Senin, 04 Mei 2009

RUWATAN

Adalah Tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian, atas dosa/kesalahannya yang diperkirakan bisa berdampak kesialan didalam hidupnya. Kebudayaan Jawa sebagai subkultur Kebudayaan Nasional Indonesia, telah mengakar bertahun-tahun menjadi pandangan hidup dan sikap hidup umumnya orang Jawa. Sikap hidup masyarakat Jawa memiliki identitas dan karakter yang menonjol yang dilandasi direferensi nasehat-nasehat nenek moyang sampai turun temurun, hormat kepada sesama serta berbagai perlambang dalam ungkapan Jawa, menjadi isian jiwa seni dan budaya Jawa.

Wayang sebagai pertunjukan, merupakan ungkapan-ungkapan dan pengalaman religius yang merangkum bermacam-macam unsur lambang, bahasa gerak,suara, warna dan rupa. Dalam wayang terekam ungkapan pengalaman religius yang “kuno” seperti tampak bahwa pada tahap perkembangannya dewasa ini, masih berperan pula mitos dan ritus, misalkan pada lakon Ruwat atau Murwa Kala.

Secara tradisional, wayang merupakan intisari kebudayaan masyarakat Jawa yang diwarisi secara turun temurun, tidak hanya sekedar tontonan dan tuntunan bagaimana manusia harus bertingkah laku dalam kehidupannya, namun juga merupakan tatanan yang harus dititeni kanti titis. (merupakan hukum alam yang maha teratur yang harus diketahui dan disikapi secara bijaksana) untuk menuju kasunyatan serta mencapai kehidupan sejati. Bagi manusia jawa (manusia yang mengerti sejati) wayang merupakan pedoman hidup, bagaimana mereka bertingkah laku dengan sesama dan bagaimana menyadari hakekatnya sebagai manusia serta bagaimana dapat berhubungan dengan sang penciptanya.

Tradisi “upacara/ritual ruwatan” hingga kini masih dipergunakan orang jawa, sebagai sarana pembebasan dan penyucian manusia atas dosanya/kesalahannya yang berdampak kesialan didalam hidupnya. Dalam cerita “wayang” dengan lakon Murwakala pada tradisi ruwatan di jawa (jawa tengah) awalnya diperkirakan berkembang didalam cerita jawa kuno, yang isi pokoknya memuat masalah pensucian, yaitu pembebasan dewa yang telah ternoda, agar menjadi suci kembali, atau meruwat berarti: mengatasi atau menghindari sesuatu kesusahan bathin dengan cara mengadakan pertunjukan/ritual dengan media wayang kulit yang mengambil tema/cerita Murwakala.

Dalam tradisi jawa orang yang keberadaannya dianggap mengalami nandang sukerto/berada dalam dosa, maka untuk mensucikan kembali, perlu mengadakan ritual tersebut. Menurut ceriteranya, orang yang manandang sukerto ini, diyakini akan menjadi mangsanya Batara Kala. Tokoh ini adalah anak Batara Guru (dalam cerita wayang) yang lahir karena nafsu yang tidak bisa dikendalikannya atas diri DewiUma, yang kemudian sepermanya jatuh ketengah laut, akhirnya menjelma menjadi raksasa, yang dalam tradisi pewayangan disebut “Kama salah kendang gumulung”. Ketika raksasa ini menghadap ayahnya (Batara guru) untuk meminta makan, oleh Batara guru diberitahukan agar memakan manusia yang berdosa atau sukerta. Atas dasar inilah yang kemudian dicarikan solosi ,agar tak termakan Sang Batara Kala ini diperlukan ritual ruwatan. Kata Murwakala/ purwakala berasal dari kata purwa (asal muasal manusia), dan pada lakon ini, yang menjadi titik pandangnya adalah kesadaran: atas ketidak sempurnanya diri manusia, yang selalu terlibat dalam kesalahan serta bisa berdampak timbulnya bencana (salah kedaden).

Untuk pagelaran wayang kulit dengan lakon Murwakala biasanya diperlukan perlengkapan sbb: Alat musik jawa (Gamelan), Wayang kulit satu kotak (komplit), Kelir atau layar kain, dan Blencong atau lampu dari minyak. Selain peralatan tersebut diatas masih diperlukan sesajian yang berupa:

Tuwuhan, yang terdiri dari pisang raja setudun, yang sudah matang dan baik, yang ditebang dengan batangnya disertai cengkir gading (kelapa muda), pohon tebu dengan daunnya, daun beringin, daun elo, daun dadap serep, daun apa-apa, daun alang-alang, daun meja, daun kara, dan daun kluwih yang semuanya itu diikat berdiri pada tiang pintu depan sekaligus juga berfungsi sebagai hiasan/pajangan dan permohonan. Dua kembang mayang yang telah dihias diletakkan dibelakang kelir (layar) kanan kiri, bunga setaman dalam bokor di tempat di muka dalang, yang akan digunakan untuk memandikan Batara Kala, orang yang diruwat dan lain-lainnya.

Api (batu arang) di dalam anglo, kipas beserta kemenyan (ratus wangi) yang akan dipergunakan Kyai Dalang selama pertunjukan.

Kain mori putih kurang lebih panjangnya 3 meter, direntangkan dibawah debog (batang pisang) panggungan dari muka layar (kelir) sampai di belakang layar dan ditaburi bunga mawar dimuka kelir sebagai alas duduk Ki Dalang, sedangkan di belakang layar sebagai tempat duduk orang yang diruwat dengan memakai selimut kain mori putih.

Gawangan kelir bagian atas (kayu bambu yang merentang diatas layar) dihias dengan kain batik yang baru 5 (lima) buah, diantaranya kain sindur, kain bango tulak dan dilengkapi dengan padi segedeng (4 ikat pada sebelah menyebelah).

Bermacam-macam nasi antara lain: Nasi golong dengan perlengkapannya, goreng-gorengan, pindang kluwih, pecel ayam, sayur menir, dsb. Nasi wuduk dilengkapi dengan ikan lembaran, lalaban, mentimun, cabe besar merah dan hijau brambang, dan kedele hitam. Nasi kuning dengan perlengkapan telur ayam yang didadar tiga biji. Srundeng asmaradana.

Bermacam-macam jenang (bubur) yaitu: jenang merah, putih, jenang kaleh, jenang baro-baro (aneka bubur).

Jajan pasar (buah-buahan yang bermacam-macam) seperti : pisang raja, jambu, salak, sirih yang diberi uang, gula jawa, kelapa, makanan kecil berupa blingo yang diberi warna merah, kemenyan bunga, air yang ditempatkan pada cupu, jarum dan benang hitam-putih, kaca kecil, kendi yang berisi air, empluk (periuk yang berisi kacang hijau, kedele, kluwak, kemiri, ikan asin, telur ayam dan uang satu sen).

Benang lawe, minyak kelapa yang dipergunakan untuk lampu blencong, sebab walaupun siang tetap memakai lampu blencong.

Yang berupa hewan seperti burung dara satu pasang ayam jawa sepasang, bebek sepasang.

Yang berupa sajen antara lain: rujak ditempatkan pada bumbung, rujak edan (rujak dari pisang klutuk ang dicampur dengan air tanpa garam), bambu gading linma ros. Kesemuanya itu diletakan ditampah yang berisi nasi tumpeng, dengan lauk pauknya seperti kuluban panggang telur ayam yang direbus, sambel gepeng, ikan sungai/laut dimasak anpa garam dan ditempatkan di belakang layar tepat pada muka Kyai Dalang.

Sajen buangan yang ditunjukkan kepada dhayang yang berupa takir besar atau kroso yang berisi nasi tumpeng kecil dengan lauk-pauk, jajan pasar (berupa buah-buahan mentah serta uang satu sen). Sajen itu dibuang di tempat angker disertai doa (puji/mantra) mohon keselematan.

Sumur atau sendang diambil airnya dan dimasuki kelapa. Kamar mandi yang untuk mandi orang yang diruwat dimasuki kelapa utuh.

Selesai upacara ngruwat, bambu gading yang berjumlah lima ros ditanam pada kempat ujung rumah disertai empluk (tempayan kecil) yang berisi kacang hijau , kedelai hitam, ikan asin, kluwak, kemiri, telur ayam dan uang dengan diiringi doa mohon keselamatan dan kesejahteraan serta agar tercapai apa yang dicita citakan.



Yang Perlu Atau Harus Di Ruwat

Menurut kepustakaan “Pakem Ruwatan Murwa Kala” Javanologi gabungan dari beberapa sumber, antara lain dari Serat Centhini (Sri Paku Buwana V), bahwa orang yang harus diruwat disebut anak atau orang “Sukerta” ada 60 macam penyebab malapetaka, yaitu sebagai berikut:

1.`Ontang-Anting, yaitu anak tunggal laki-laki atau perempuan.

2. Uger-Uger Lawang, yaitu dua orang anak yang kedua-duanya laki-laki dengan catatan tidak anak yang meninggal.

3. Sendhang Kapit Pancuran, yaitu 3 orang anak, yang sulung dan yang bungsu laki-laki sedang anak yang ke 2 perempuan.

4. Pancuran Kapit Sendhang, yaitu 3 orang anak, yang sulung dan yang bungsu perempuan sedang anak yang ke 2 laki-laki.

5. Anak Bungkus, yaitu anak yang ketika lahirnya masih terbungkus oleh selaput pembungkus bayi (placenta).

6. Anak Kembar, yaitu dua orang kembar putra atau kembar putri atau kembar “dampit” yaitu seorang laki-laki dan seorang perempuan (yang lahir pada saat bersamaan).

7. Kembang Sepasang, yaitu sepasang bunga yaitu dua orang anak yang kedua-duanya perempuan.

8. Kendhana-Kendhini, yaitu dua orang anak sekandung terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan.

9. Saramba, yaitu 4 orang anak yang semuanya laki-laki.

10. Srimpi, yaitu 4 orang anak yang semuanya perempuan.

11. Mancalaputra atau Pandawa, yaitu 5 orang anak yang semuanya laki-laki.

12. Mancalaputri, yaitu 5 orang anak yang semuanya perempuan.

13. Pipilan, yaitu 5 orang anak yang terdiri dari 4 orang anak perempuan dan 1 orang anak laki-laki.

14. Padangan, yaitu 5 orang anak yang terdiri dari 4 orang laki-laki dan 1 orang anak perempuan.

15. Julung Pujud, yaitu anak yang lahir saat matahari terbenam.

16. Julung Wangi, yaitu anak yang lahir bersamaan dengan terbitnya matahari.

17. Julung Sungsang, yaitu anak yang lahir tepat jam 12 siang.

18. Tiba Ungker, yaitu anak yang lahir, kemudian meninggal.

19. Jempina, yaitu anak yang baru berumur 7 bulan dalam kandungan sudah lahir.

20. Tiba Sampir, yaitu anak yang lahir berkalung usus.

21. Margana, yaitu anak yang lahir dalam perjalanan.

22. Wahana, yaitu anak yang lahir dihalaman atau pekarangan rumah.

23. Siwah atau Salewah, yaitu anak yang dilahirkan dengan memiliki kulit dua macam warna, misalnya hitam dan putih.

24. Bule, yaitu anak yang dilahirkan berkulit dan berambut putih “bule”

25. Kresna, yaitu anak yang dilahirkan memiliki kulit hitam.

26. Walika, yaitu anak yang dilahirkan berwujud bajang atau kerdil.

27. Wungkuk, yaitu anak yang dilahirkan dengan punggung bengkok.

28. Dengkak, yaitu anak yang dilahirkan dengan punggung menonjol, seperti punggung onta.

29. Wujil, yaitu anak yang lahir dengan badan cebol atau pendek.

30. Lawang Menga, yaitu anak yang dilahirkan bersamaan keluarnya “Candikala” yaitu ketika warna langit merah kekuning-kuningan.

31. Made, yaitu anak yang lahir tanpa alas (tikar).

32. Orang yang ketika menanak nasi, merobohkan “Dandhang” (tempat menanak nasi).

33. Memecahkan “Pipisan” dan mematahkan “Gandik” (alat landasan dan batu penggiling untuk menghaluskan ramu-ramuan obat tradisional).

34. Orang yang bertempat tinggal di dalam rumah yang tak ada “tutup keyongnya”.

35. Orang tidur di atas kasur tanpa sprei (penutup kasur).

36. Orang yang membuat pepajangan atau dekorasi tanpa samir atau daun pisang.

37. Orang yang memiliki lumbung atau gudang tempat penyimpanan padi dan kopra tanpa diberi alas dan atap.

38. Orang yang menempatkan barang di suatu tempat (dandhang - misalnya) tanpa ada tutupnya.

39. Orang yang membuat kutu masih hidup.

40. Orang yang berdiri ditengah-tengah pintu.

41. Orang yang duduk didepan (ambang) pintu.

42. Orang yang selalu bertopang dagu.

43. Orang yang gemar membakar kulit bawang.

44. Orang yang mengadu suatu wadah/tempat (misalnya dandhang diadu dengan dandhang).

45. Orang yang senang membakar rambut.

46. Orang yang senang membakar tikar dengan bambu (galar).

47. Orang yang senang membakar kayu pohon “kelor”.

48. Orang yang senang membakar tulang.

49. Orang yang senang menyapu sampah tanpa dibuang atau dibakar sekaligus.

50. Orang yang suka membuang garam.

51. Orang yang senang membuang sampah lewat jendela.

52. Orang yang senang membuang sampah atau kotoran dibawah (dikolong) tempat tidur.

53. Orang yang tidur pada waktu matahari terbit.

54. Orang yang tidur pada waktu matahari terbenam (wayah surup).

55. Orang yang memanjat pohon disiang hari bolong atau jam 12 siang (wayah bedhug).

56. Orang yang tidur diwaktu siang hari bolong jam 12 siang.

57. Orang yang menanak nasi, kemuadian ditinggal pergi ketetangga.

58. Orang yang suka mengaku hak orang lain.

59. Orang yang suka meninggalkan beras di dalam “lesung” (tempat penumbuk nasi).

60. Orang yang lengah, sehingga merobohkan jemuran “wijen” (biji-bijian).

Demikianlah 60 jenis “Sukerta” yaitu jenis-jenis manusia yang telah dijanjikan oleh Sang Hyang Betara Guru kepada Batara Kala untuk menjadi santapan atau makanannya, bahkan menurut Pustaka Raja Purwa (jilid I halaman 194) karya pujangga R. Ng. Ranggawarsito disebutkan ada 136 macam Sukerta. Menurut mereka yang percaya, orang-orang yang tergolong di dalam kriteria tersebut di atas dapat menghindarkan diri dari malapetaka (menjadi makanan Betara Kala) tersebut, jika ia mempergelarkan wayangan atau ruwatan dengan cerita Murwakala. Ada juga lakon ruwatan yang misalnya: Baratayuda, Sudamala, Kunjarakarna dll.

Selain Sukerta, terdapat juga “Ruwat Sengkala atau Sang Kala” yang artinya menjadi mangsa Sangkala yaitu jalan kehidupannya sudah terbelenggu serta penuh kesulitan, tidak bisa sejalan dengan alur hukum alam (ruang dan waktu) ini disebabkan oleh kesalahan-kesalahan perbuatan atau tingkah lakunya pada masa lalu.
Rajah Kalacakra

Apakah rajah ini satu jimat? Ya, misalnya bagi Batara Wisnu.
Rajah adalah sastra atau ilmu. Kalacakra adalah kehidupan dunia. Rajah ini tertulis di dada Betara Kala. Siapa Betara Kala? Dia adalah seorang raksasa yang suka makan bayi atau orang, khususnya bayi yang kena sukerta.
Rajah di dada Betara Kala ini berubah menjadikan dirinya beringas karena ia tak dapat membaca sendiri rajahnya di bagian dada. Maka ketika rajah Kalacakra dibacakan oleh Batara Wisnu yang turun ke arcapada, rajah ini berbalik arah, menerang si empunya rajah.
Sang Wisnu menyamar menjadi dalang Kandabuwana untuk menghentikan kemurkaan Betara Kala yang suka makan bayi. Rajah ini merupakan doa dan pujian caraka balik yang mengandung makna menolak segala bahaya. Conto caraka balik sbb:

- Yamaraja _ Jaramaya – heh pangrencana-maria luwih –
wahai kalian yang akan mengganggu, baliklah
- Yamarani – Niramaya – Heh kang nekani – ilanga kaluwihanmu
Wahai kalian yang sakti, hilanglah kesaktinmu.
- Yamadosa – Sadomaya – Heh kang pra daksiya – yogya asiha
Wahai kalian penyebab kemiskinan – berilah kita cukup rejeki
- Yamidora – Radomiya - Heh kang bakal cidra – kogel welasa
Wahai yang suka berbuat curang – berbuat jujurlah
- Yasilapa – Palasiya - Heh kang aweh luwe – hamaregana
Wahai kalian penebab kelaparan – berilah kecukupan
- Yasiyasa – Sayasiya - Heh kang nyikara – maria nangsaya
Wahai penyebab sengsara – berilah ketentraman
- Yadayuda – Dayudaya - Heh kang amerangi – laruta kuwatira
Wahai kalian yang jahat – tawarlah kekuatanmu
- Yasihama – Mahasiya - heh kang dadi ama – yogya asiha
Wahai kalian yang menjadi perusak – kasihanilh kita semua.

Untuk apa rajah Kalacakra ini? Rajah ini bukan hanya sebagai jimat penangkal ketika diadakan ruwatan, tetapi bagi yang percaya, rajah ini bisa pula dibawa kemana-mana sebagai pegangan rasa percaya diri. Rajah ini diantara dipercaya bisa untuk:
- menghilangkan sukerta. Setelah diruwat, dengan membaca rajah ini berulang-ulang, dalam diri sukerta terus terjadi pembersihan dari berbagai sukerta
- rajah ini ditulis dan ditempel di tempat terhormat, bukan sebagai imat, tetapi untuk membantu menghafal bagi siapa saja.
- Dibaca pada waktu pacara selamatan untuk mengerjakan pekerjaan baru seperti membangun rumah atau jembatan dll.
Taliwangke dan Samparwangke


Taliwangke itu hari dan pasaran dalam wuku-wuku tertentu yang tidak dimungkinkan dilakukin karena enggak nguntungin jika ngadain jahadan atau keperluan. Hari Taliwangke dan hari Samparwangke jadi pantangan nglakuin kerjaan penting.

Apa itu wuku? Wuku ada dalam Pawukon Jawa. Setiap seminggu sekali atau 7 hari, selalu ada nama Wuku yang berjalan. Jumlah wuku 30. Jadi Wuk pertama akan balik lagi setelah 7x 30 hari = 210 hari.

Dari tiap wuku itu, ada hari-hari yang dianggap tidak menguntungkan yang disebut hari sangkala (waktu buruk yang jadi pantangan). Waktu ini adalah hari sial, maksudnya ada pengaruh enggak baiknya jika dilanggar. Misalnya beli mobil pas hari Taliwangke atau hari Samparwangke, si mobil itu nantinya bisa bawa bencana seperti kecelakaan dsb.

Apa sih Taliwangke ata Samparwangke itu? Taliwangke artinya mengunci mayat (wangke). Wataknya banyak bahaya besar. Pada manusia bisa berarti menjengkelkan, bicaranya menyakitkan hati, bisa membuat banyak rusan dan perkara rumit.
Sedangkan Samparwangke artinya kesandung mayat. Wataknya akan menemui kesusahan yang tidak mengenakkan hati. Pengaruhnya pada manusia sering mendapat kesulitan yang tidak terduga.
Sukerta

Barangkali kalian semua termasuk salah satu dari manusia yang punya sukerta. Sukerta itu ‘kotoran penghalang hidup’ hingga suatu kerja bahkan mimpipun tidak akan sukses jika orang dalam keadaan sukerta. Celakanya orang ang dalam keadaan sukerta tidak tahu dan tidak menyadari bahwa dirinya dalam keadaan sukerta. Baca saja, golongan seperti apa yang mask criteria ‘orang sukerta’.

Sukerta ini istilah untuk orang-orang yang hidupnya menjadi lemah, diancam oleh sesuatu yang tidak diketahui. Menurut adat Jawa, golongan penyandang lemah diri dialami oleh mereka yang masuk dalam kriteria ‘menu Betara Kala’. Juga bagi orang yang akan melewati dan mengubah masa depannya dan orang yang merasa nasibnya selalu buruk.
Yang dimaksud adalah orang yang:
- rendah diri dan mersa selalu sial
- selalu merasa bersalah, takut bertindah dan merasa bodoh
- selalu merasa gagal dalam pekerjaan dan kariernya
- selalu merasa ragu-ragu dan sulit bertindak benar

Secara adat orang dengan golongan lemah tersebut perlu dibantu. Caranya dengan ruwatan supaya dapat terbebas dari kelemahannya.

Dalam ruwatan tidak lepas dari cerita wayang. Tokoh wayang Batara Kala adalah raksasa yang suka makan bayi. Ada banyak versi yang menyebtkan mcam-mcm byi yang menjadi santapan Betapa Kala. Mangkunagoro VII dalam buku ‘Serat Pedalangan Ringgit Purwa’ mengurai 14 jenis bayi sukerta. Serat Manikmaya 60 sukerta. Serat Murwakala karya Reditanaya 13 sukerta. Serat Batara Kala karya Soerowinarso 19 sukerta. Serat Pustakaraja krya Ronggowarsito 26 sukerta dan Babad Ila-ila karya Soemohatmoko malah menyebut 100 sukerta.

Ada 3 golongan sukerta. Menurut Bauwarna karya Harmanto Bratasiswara :

Golongan sukerta karena cacat kodrati
- mereka yang punya kelainan bentuk badan seperti cebol, bule, bajang, bungkung, cemani, slewah dll
- orang yang lahirnya khusus seperti Julungwangi, Julungpujud, Julungsarab dan Julung sungsang.
- Dalam persaudaraan khusus seperti ontang-anting, kendana-kendini, kembar, dampit, padangan, ipil-ipil, pandhawi, pandhawa, sarampa sarimpi, sendang kapit pancuran dan pancuran kapit sendhang.

Golongan sukerta karena kecelakaan dalam bekerja:
- orang yang memecahkan pipisan alas tumbuk
- orang yang mematahkan gandhik
- orang yang merobohkn dandang pada waktu menanak nasi.

Ini golongan orang yang pernah melakukan sesuatu kelalaian perbuatan dengan sengaja atau tidak sengaja, kalian termasuk orang-orang yang harus diruwat karena kena sukerta.
- orang yang membuka jendela lebar-lebar pada waktu senja kala (ini Betara Kala bisa masuk, jadi kena sukerta lu).
- Orang yang dipannya tanpa tutup
- Mereka yang mendiami rumah Jawa bentuk kampung tanpa tutup keyong.
- Penghuni rumah krobongan tanpa pramana atau tutup lurup
- Pemilik tempat barang tanpa tutupnya (peti tanpa tutup)
- Pembuat lumbung tanpa dasar
- Tidur di kasur tanpa seprai
- Membuat sumur di depan atau tepat di rumah hunian
- Membuat dapur menghadap ke timur atau utara
- Penghuni yang rumahnya miring
- Menanak nasi tanpa mencuci beras
- Menggelar pipisan sebelum meracik jamunya
- Memipis atau menggiling jamu menghadap ke utara atau selatan
- Orang yang tak pernah sesaji atau mendoakan leluhur
- Tak pernah menyisakan beras sedikit sat menumbuk padi
- Tak pernah menyisasakan nasi saat menanak
- Tidak pernah menyapu
- Membakar sampah di sembarang tempat
- Menyapu malam hari
- Membuang sampah di bawah tempat tidur
- Membuang sampai lewat jendela
- Kencing di sembarang tempat
- Duduk-duduk di tengah dan tepian pintu rumah
- Suka gandhulan ata menggelantungi pintu
- Bersiul di waktu malam
- Memotong kku di malam hari
- Gemar menggigit kuku
- Suka tusuk-tusuk/sogok-sogok membersihkan gigi
- Suka dan gampang misuh-misuh mengumpat serapah
- Suka membakar, sapu gerang, rambut, tulang belulang, kulit bawang, kulit kayu, kayu kelor, dhadhap dan irus
- Orang yang suka membuang garam dan kuah sayur
- Memanjat di malam hari dan tengah siang pukul 11-12 siang.
- Tidur di pagi hari, siang tengah (pukul 11-12) dan pas matahari terbenam
- Memukul perut di malam hari
- Suka makan pucukan daun
- Makan dengan tiduran dan di dipan, makan sambil jalan-jalan dan mengurai rambut
- Makan di rumah kosong
- Tidak mencuci tangan sesudah makan
- Suka mencari kutu rambut di malam hari
- Memasukkan hewan unggas di dalam rumah hunian
- Duduk di atas bantal
- Membersihkan muka dengan baju
- Menobek bungkusan makanan
- Sedang mantu tetapi bolak-balik ke dapur
- Orang yang mantu membuang sampah sembarangan di rumahnya
- Menina bobokkan bayi di malam hari
- Menciumi anak yang sedang tidur
- Orang hamil suka menggendong barang
- Membuka payung dan sejenisnya di dalam rumah
- Memanggil orangtuanya dengan menebt namanya saja (njangkar)
- Memindahkan air kendi ke kendi yang lain
- Suka berkaca dengan tertawa
- Bekerja terus menerus waktu matahari terbenam (apalagi malam Jum’at)
- Membuang kembar mayang di sembarang tempat
- Membuat atap dengan dinding bambu (gedheg) bekas, kayu bekas untuk kerangkanya dan memasang atap berselang hari
- Menanak nasi, berasnya terendam dalam dandang
- Membuat sambil dengan kuah sayur
- Menanam pohon pisang di depan rumah
- Menanam tumbuhan menjalar di halaman
- Memakai bamboo wung wang untuk perabot
- Mengisi kendi dengan membenamkan kendinya di tempat air
- Suka ceroboh mencopot baju di sembarang tempat dan meninggalkannya.
- Orang yang malas bersih-bersih
- Suka tidur telentang dan melipat bantal
- Duduk jegang, duduk menggerak-gerakkan kakinya
- Suka duduk berpangku tangan dan bersilang daku
- Tidur pakai bantal tangan
- Membersihkan kasur dengan tangan ata kain dan baju
- Pergi jauh sendirian (lelampah), berdua (bathang ucap-ucap) atau bertiga (gotong mayit)
- Batal memasang atap setelah tiang-tiang selesai didirikan
- Orang hamil suka melangkahi jarik, nyiru, lumping dan lesung.
Sukerta

Barangkali kalian semua termasuk salah satu dari manusia yang punya sukerta. Sukerta itu ‘kotoran penghalang hidup’ hingga suatu kerja bahkan mimpipun tidak akan sukses jika orang dalam keadaan sukerta. Celakanya orang ang dalam keadaan sukerta tidak tahu dan tidak menyadari bahwa dirinya dalam keadaan sukerta. Baca saja, golongan seperti apa yang mask criteria ‘orang sukerta’.

Sukerta ini istilah untuk orang-orang yang hidupnya menjadi lemah, diancam oleh sesuatu yang tidak diketahui. Menurut adat Jawa, golongan penyandang lemah diri dialami oleh mereka yang masuk dalam kriteria ‘menu Betara Kala’. Juga bagi orang yang akan melewati dan mengubah masa depannya dan orang yang merasa nasibnya selalu buruk.
Yang dimaksud adalah orang yang:
- rendah diri dan mersa selalu sial
- selalu merasa bersalah, takut bertindah dan merasa bodoh
- selalu merasa gagal dalam pekerjaan dan kariernya
- selalu merasa ragu-ragu dan sulit bertindak benar

Secara adat orang dengan golongan lemah tersebut perlu dibantu. Caranya dengan ruwatan supaya dapat terbebas dari kelemahannya.

Dalam ruwatan tidak lepas dari cerita wayang. Tokoh wayang Batara Kala adalah raksasa yang suka makan bayi. Ada banyak versi yang menyebtkan mcam-mcm byi yang menjadi santapan Betapa Kala. Mangkunagoro VII dalam buku ‘Serat Pedalangan Ringgit Purwa’ mengurai 14 jenis bayi sukerta. Serat Manikmaya 60 sukerta. Serat Murwakala karya Reditanaya 13 sukerta. Serat Batara Kala karya Soerowinarso 19 sukerta. Serat Pustakaraja krya Ronggowarsito 26 sukerta dan Babad Ila-ila karya Soemohatmoko malah menyebut 100 sukerta.

Ada 3 golongan sukerta. Menurut Bauwarna karya Harmanto Bratasiswara :

Golongan sukerta karena cacat kodrati
- mereka yang punya kelainan bentuk badan seperti cebol, bule, bajang, bungkung, cemani, slewah dll
- orang yang lahirnya khusus seperti Julungwangi, Julungpujud, Julungsarab dan Julung sungsang.
- Dalam persaudaraan khusus seperti ontang-anting, kendana-kendini, kembar, dampit, padangan, ipil-ipil, pandhawi, pandhawa, sarampa sarimpi, sendang kapit pancuran dan pancuran kapit sendhang.

Golongan sukerta karena kecelakaan dalam bekerja:
- orang yang memecahkan pipisan alas tumbuk
- orang yang mematahkan gandhik
- orang yang merobohkn dandang pada waktu menanak nasi.

Ini golongan orang yang pernah melakukan sesuatu kelalaian perbuatan dengan sengaja atau tidak sengaja, kalian termasuk orang-orang yang harus diruwat karena kena sukerta.
- orang yang membuka jendela lebar-lebar pada waktu senja kala (ini Betara Kala bisa masuk, jadi kena sukerta lu).
- Orang yang dipannya tanpa tutup
- Mereka yang mendiami rumah Jawa bentuk kampung tanpa tutup keyong.
- Penghuni rumah krobongan tanpa pramana atau tutup lurup
- Pemilik tempat barang tanpa tutupnya (peti tanpa tutup)
- Pembuat lumbung tanpa dasar
- Tidur di kasur tanpa seprai
- Membuat sumur di depan atau tepat di rumah hunian
- Membuat dapur menghadap ke timur atau utara
- Penghuni yang rumahnya miring
- Menanak nasi tanpa mencuci beras
- Menggelar pipisan sebelum meracik jamunya
- Memipis atau menggiling jamu menghadap ke utara atau selatan
- Orang yang tak pernah sesaji atau mendoakan leluhur
- Tak pernah menyisakan beras sedikit sat menumbuk padi
- Tak pernah menyisasakan nasi saat menanak
- Tidak pernah menyapu
- Membakar sampah di sembarang tempat
- Menyapu malam hari
- Membuang sampah di bawah tempat tidur
- Membuang sampai lewat jendela
- Kencing di sembarang tempat
- Duduk-duduk di tengah dan tepian pintu rumah
- Suka gandhulan ata menggelantungi pintu
- Bersiul di waktu malam
- Memotong kku di malam hari
- Gemar menggigit kuku
- Suka tusuk-tusuk/sogok-sogok membersihkan gigi
- Suka dan gampang misuh-misuh mengumpat serapah
- Suka membakar, sapu gerang, rambut, tulang belulang, kulit bawang, kulit kayu, kayu kelor, dhadhap dan irus
- Orang yang suka membuang garam dan kuah sayur
- Memanjat di malam hari dan tengah siang pukul 11-12 siang.
- Tidur di pagi hari, siang tengah (pukul 11-12) dan pas matahari terbenam
- Memukul perut di malam hari
- Suka makan pucukan daun
- Makan dengan tiduran dan di dipan, makan sambil jalan-jalan dan mengurai rambut
- Makan di rumah kosong
- Tidak mencuci tangan sesudah makan
- Suka mencari kutu rambut di malam hari
- Memasukkan hewan unggas di dalam rumah hunian
- Duduk di atas bantal
- Membersihkan muka dengan baju
- Menobek bungkusan makanan
- Sedang mantu tetapi bolak-balik ke dapur
- Orang yang mantu membuang sampah sembarangan di rumahnya
- Menina bobokkan bayi di malam hari
- Menciumi anak yang sedang tidur
- Orang hamil suka menggendong barang
- Membuka payung dan sejenisnya di dalam rumah
- Memanggil orangtuanya dengan menebt namanya saja (njangkar)
- Memindahkan air kendi ke kendi yang lain
- Suka berkaca dengan tertawa
- Bekerja terus menerus waktu matahari terbenam (apalagi malam Jum’at)
- Membuang kembar mayang di sembarang tempat
- Membuat atap dengan dinding bambu (gedheg) bekas, kayu bekas untuk kerangkanya dan memasang atap berselang hari
- Menanak nasi, berasnya terendam dalam dandang
- Membuat sambil dengan kuah sayur
- Menanam pohon pisang di depan rumah
- Menanam tumbuhan menjalar di halaman
- Memakai bamboo wung wang untuk perabot
- Mengisi kendi dengan membenamkan kendinya di tempat air
- Suka ceroboh mencopot baju di sembarang tempat dan meninggalkannya.
- Orang yang malas bersih-bersih
- Suka tidur telentang dan melipat bantal
- Duduk jegang, duduk menggerak-gerakkan kakinya
- Suka duduk berpangku tangan dan bersilang daku
- Tidur pakai bantal tangan
- Membersihkan kasur dengan tangan ata kain dan baju
- Pergi jauh sendirian (lelampah), berdua (bathang ucap-ucap) atau bertiga (gotong mayit)
- Batal memasang atap setelah tiang-tiang selesai didirikan
- Orang hamil suka melangkahi jarik, nyiru, lumping dan lesung.
Pesta Ultah Perkawinan

Yang ngetop anya pesta Kawin Perak dan Kawin Emas. Padahal perta ulang tahun perkawinan, tiap taunnya ada namanya lho….
Mau tau..

Setahun disebut : Kawin Kertas
Dua tahun : Kawin Kapas ada yang nyebut Blaco, Mori
Tiga tahun : Kawin Kulit
Empat tahun : Kawin Buku, ada ang nyebt Kawin Bunga dan Buah
Lima tahun : Kawin Kayu, Kawin Balok
Enam tahun : Kawin Besi, disebut juga Permen ata Gula atau Emut
Tujuh tahun : Kawin Perunggu, Kuningan, Tembaga atau Wool
Delapan tahun : Kawin Karet, disebut juga Kawin Setrum/Listrik
Sembilan tahun : Kawin Grabah, disebut Kawin Gatal
Sepuluh tahun : Kawin Almunium
Sebelas tahun : Kawin Baja (tanpa hitam)
Duabelas tahun : Kawin Sutera, atau Kawin Nilon
Tigabelas tahun : Kawin Renda
Empatbelas tahun : Kawin Gading (tanpaa kelapa cengkir)
Limabelas tahun : Kawin Kristal
Enambelas tahun – 19 tahun tidak perlu diperingati, karena suami istri dianggap sudah
menyatu। Maka langsung melonjak ke ultah 20।
Duapuluh tahun : Kawin China
Duapluh lima tahun : Kawin Perak
Tiga puluh tahun : Kawin Mutiara
Tigapuluh lima tahun : Kawin Karang
Empatpuluh tahun : Kawin Rubi
Empatpuluh lima tahun : Kawin Saphire
Limapuluh tahun : Kawin Emas
Limapuluh lima tahun : Kawin Zamrud
Enampuluh – tujuhpuluh lima tahun : Kawin Inta
75 – 100 tahun : Kawin Berlian
Sehari – tak terbatas waktu tanpa nikah : Kawin Kebo
Sehari – entah kapan tanpa izin : Kawin Lari
Kawin diem-diem : Kawin Siri
Kawin sembunyi-sembunyi : Kawin Nikmat bangetttt.
Awas…Sura Sura Sura!!!
Tahun 2009 ada 2 x Bulan Sura

Jagad dan alam semesta ini ada, sudah berapa tahun usianya, yo embuh. Milyaran atau tak terbatas. Yang kita ngerti, ada banyak planet. Setiap planet muter-muter, muterin planet lainnya. Misalnya Planet Bulan muterin Bumi dan Matahari. Juga berbagai planet lain saling mutar memutari.

Apakah saling putar antar planet itu juga saling berpengaruh or mempengaruhi? Itu tentu gitulah. Kayak kita orang, tiap orang saling berhubungan, saling pengaruh mempengaruhi. Kagak ada orang yang bisa hidup sendiri. Jadi logikanya, tiap planet ini juga saling mempengaruhi.

Jadi bumi dan alam semesta ini selalu muter. Satu rotasi putaran bumi berdasarkan putaran matahari dan bulan itu butuh waktu sekitar 24 jam atau 1440 menit atau 86400 detik.

Karena bumi tidak pernah berhenti muter, maka tiap detik posisinya pasti berubah. Karena gerak planet berputar pada kisaran yang sama, maka pada waktu tertentu, planet itu akan berada pada satu putaran yang sama. Maka berdasarkan ‘ilmu titen’, terhitunglah bumi bisa mengitari matahari dan kembali pada posisi yang sama dalam waktu tahun atau 365 hari.

Jadi secara umum, ilmu titen menjadi satu wadah yang bernama siklus. Ilmu Titen ini maksudnya ilmu hasil dari mengenali yang terdahulu dan terus berlangsung turun-temurun sejak lahirnya semesta raya ini. Hingga watak alam, watak siklus waktu, bahkan watak seseorang pun secara garis besar dapat dikenali melalui hari keberadaannya.

Siklus waktu yang 365 hari itu lalu dibagi-bagi lagi menjadi 12 bulan (Januari sampai Desember dan 52 minggu. Kalau di Jawa ada siklus pasaran sebanyak 5 hari, Pon, Wage, Kliwon, Legi, Pahing.

Sekarang kita mikir. Tiap detik, ada bayi yang lahir. Karena tiap planet dihuni oleh makhluknya, maka tiap makhluk juga dipengaruhi oleh planetnya dan planet lain di semesta raya ini. Artinya, kelahiran manusia di alam semesta ini dengan sendirinya akan menempati salah satu siklus diantara siklus-siklus yang ada.

Misalnya, orang lahir pada hari Sabtu Pahing tanggal 23 Maret 1996, akan dipengaruhi oleh siklus Sabtu Pahing yang telah dihuni oleh banyak orang sebelumnya yang lahir pada hari pasaran yang sama. Artinya tiap orang yang punya hari lahir Sabtu Pahing, mempunyai sikap, pribadi, watak, nasib dan peruntungan yang bisa ditebak berdasarkan ilmu titen tadi.

Sama halnya, tiap siklus ptaran wakt yang sama, bisa pula ditebak berdasarkan ilmu titen.

Nah, kini kita punya kerjaan untuk dipikirkan yakni siklus planet bumi tahun 2009. Ini siklus kalender Jawa yang mengenal windu. Setiap windu ada 8 tahun. Yang dimasalahkan adalah siklus 8 windu atau 64 tahun.


Pada tanggal 29 Desember 2008 sampai 27 Januari 2009 yang lalu, siklus penanggalan Jawa saat itu masuk pada bulan Sura. Tetapi nanti pada Sabtu, 19 Desember 2009 – 17 Januari 2010, bulan itu juga suduh masuk bulan Sura lagi. Jadi ada tanggal 1 – 27 Januari dan 19 – 31 Desember 2009 yang ikut bulan Sura, meski Sura bulan Januari 2009 masuk tahun Jawa 1942 dan Sura bulan Desember 2009 yang masuk tahun Jawa 1943.

Jadi ada 2 kali bulan Sura pada tahun 2009. Kejadian dalam setahun ada dua (2) kali bulan Sura ini hanya berlangsung selama 64 tahun sekali atau 8 windu sekali. Jadi akan ada 2 kali bulan Sura lagi pada tahun 2073 besok (kita sudah mati kali).

Apakah ada pengaruhnya bagi nasib bumi dan manusia Jawa? Mengingat adanya siklus antar planet dan ilmu titen dari embah-embah kita, tahun 2009 ini perlu diingatkan dengan 3 kli kata seru!!! ‘Awas, Suro…Suro…Suro 2009, ada 2 kali.’

Mengapa? Nah inilah yang terlewatkan oleh Nostradamus, Ranggawarsito, Mama Laurent, Ki Joko Bodo, Ki Kusumo atau si Embah tentang kejadian ganjil di tahun yang ada 2 kali bulan Sura-nya. (Mungkin Moyang Sultan Agung sudah mencatat, hanya kadang segelintir aja yang inget).

Sebelum mencari makna 8 windon dengan 2 Suran dalam sata tahun Masehi, mari kita balik ke kalender Jawa dan makna bulan Sura.

Kalender Jawa

Kalender Jawa dibuat oleh Sultan Agung Mataram abad 17 dulu. Kalender ini bisa memadukan budaya Islam, Hindu-Buddha, Jawa dan budaya Barat. (Hebat tho simbah Sultan Agung kita ini).

mBah Sultan Jorgi e Sltan Agung mengubah sistem penanggalan dilakukan hari Jumat Legi, tahun Saka 1555. Saat itu tepat pada tahun baru Hijriah tanggal 1 Muharam 1043 H, sedang tahun Masehi-nya adalah 8 Juli 1633 M.

mBah Sultan mengganti membuat kalender ini tidak dimulai dari Hari Kamis tanggal 1 bulan Sura tahun 1. Tetapi meneruskn tanggalan Jawa waktu itu yang bernama tahun Saka. Waktu itu orang Jawa sudah punya kalender berdasarkan putaran matahari
sistem tanggalan ini tanpa mengganti hitungan tahun Saka 1555 yang sedang berjalan, melainkan meneruskannya. Hitungan tahun tersebut berlangsung hingga sekarang.
Sistem kalender Jawa memakai 2 siklus hari, yakni siklus mingguan seperti Senin Selasa Rabu dsb, dan siklus pekan pancawara 5 hari pasaran seperti Legi, Pahing, Pon, Wage dan Kliwon.
Kalender Hijriah dan kalender Jawa memakai dasar penampakan bulan, kalender Masehi memakai dasar matahari. Pada kalender Jawa ada system yang tidak dipunyai kalender Hijriah maupun kalender Masehi, yakni :
Siklus Pawukon (berasal dari kata Wuku). Ada 30 Wuku, tiap 1 wuku terdiri 7 hari dimulai hari Minggu hingga Sabtu, sehingga putaran harinya sebanyak 7 x 30 = 210 hari.
Konsep hari pasaran terdiri lima hari (Kliwon, Legi, Pahing, Pon, Wage)
Siklus delapan tahunan yang disebut Windu. Nama tahun dalam penanggalan Jawa mengikuti siklus Windu, terdiri dari Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir.
Nama bulan dalam kalender Jawa adalah sbb:
1. Sura (30 hari)
2. Sapar 29 hari (kecuali tahun Dal 30 hari)
3. Mulud (30 hari)
4. Bakdamulud (29 hari)
5. Jumadilawal (30 hari (kecuali tahun Dal 29 hari)
6. Jumadilakir (29 hari)
7. Rejeb (30 hari)
8. Ruwah (29 hari)
9. Pasa (30 hari)
10. Sawal (29 hari
11. Dulkaidah (30 hari)
12. Besar (29 hari) kecuali kabisat 30 hari. Tahun kabisat dalam
perhitungan Jawa adalah tahun Ehe, Je, dan Jimakir.

Penanggalan Jawa merupakan salah satu produk budaya asli bangsa Indonesia. Sistem penanggalan Jawa punya tradisi Suran yang melekat dalam masyarakat Jawa dan diperingati secara rutin oleh Keraton Yogyakarta dan Surakarta dengan seluruh rakyatnya.

Tradisi Suran

Suran berasal dari kata Sura. Sura adalah bulan pertama kalender Jawa. Berbeda dengan 1 Januari yang dirayakan dengan pesta kembang api atau Imlek dengan makan-makan bagi-bagi angpho, menyambut 1 Sura justru jauh dari hingar bingar pesta.

Satu Sura disambut dengan kegiatan adat yang cenderung pada keprihatinan, mawas diri, bertapa, hening, pengendalian diri, instropeksi diri, doa dan penyucian kegiatan yang bersifat sakral.

Acara ini diciptakan oleh Sultan Agung Mataram pada sabdanya untuk:
- menggalang persatuan orang Mataram untuk mengganyang orang asing (Belanda)
- Menetapkan kalender Jawa 1 Sura 1555 Jawa sebagai kalender resmi yng sat itu sama dengan tanggal 8 Juli 1633 M atau 1 Muharam 1043 .
- Membangun sikap SURAN, yakni BERANI melawan penjajah Belanda
- Berani mewujudkan Mataram raya yang bebas dari angkara murka




Adapun acara Suran ini ditetapkan sebagai :
- Awal tahun baru kalender Jawa
- 1 Sura dianggap sebagai tahun keramat karena menjadi tanggal keputusan raja.

Ada apa pada makna 8 Windon?

Apabila dihitung mundur, kejadian 2 kali bulan Sura dalam satu tahun Masehi, pernah terjadi pada tahun-tahun :
- 1945
- 1881
- 1817
- 1753
- 1689
- 1625 tahun ini kalender Jawa belum berlaku.

Tinggal dilihat, apa yang terjadi pada tahan 1945? Saat itu, Indonesi merdeka!! Namun meski merdeka, masih buanyak sekali kesialan yang lain. Misalnya, gerakan politik yang mulai menggeliat menyebabkan negara sulit stabil.

Itu adalah contoh peristiwa. Jika ditarik untuk tahun 2009, mungkin pada pemilu nanti akan ada presiden terpilih, tetapi ia membawa kesialan tertentu. (Moga enggak lah). Dan ditarik bagi diri sendiri, aku barusan dikasih tahu sama Si Embah. Begini ceritnya…

Kata Embah, 8 windon dengan 2 bulan Sura di satu tahun Masehi seperti di tahun 2009 ini, akan membawa dampak positif dan negative. Positivenya, ada cita-cita yang tercapai. Tetapi tahun ini adalah tahun sial. Kesialan berpangkal dari pengaruh alam, siklus pawukon dan pengaruh sabda raja (Sultan Agung Mataram). Juga karena pengaruh orang per orang tentang ketidak-konsentrasian diri dan kurangnya amal ibadah. Maka agar terhindar dari kesialan, bagi orang Jawa, perlu melakukan beberapa upacara; yakni:

Bersujud kepada Allah atas segala karunia Nya.
Memohon ampun atas segala dosa-dosa
Lakukan terus menerus sujud, doa, sembayang, ritual-ritual untuk mendekatkan diri kepada Allah. Yang sholat jangan sampai bolong. Lakukan Tahajud.
Banyak beramal dan berbuat baik untuk lingkungan sosial
Peliharalah lingkungan hidup termasuk lingkungan alam jangan sampai alam ngamuk membuat bencana seperti gempa, longsor, banjir dsb
Kurangi makan nasi dan daging. Daging dimaksud adalah semua daging yang berasal dari hewan hidup seperti daging sapi, ayam, udang, kakap, sampai kripik laron juga puasa dulu, berturut-turut selama seminggu (dalam tahun ini, syukur-syukur setiap bulan usahakan seminggunya gak makan daging. Jadi vegetarian, sebab daging punya pengaruh buruk bagi kepribadian orang - kalau kebanyakan).
Kalau bisa lakukan ruwatan lengkap
Nanyalah pada orang tua-tua, pasti punya pendapat kayak aku ini.
Semoga tahun ini membawa dampak bagus, bukan kesialan melulu. Makanya, jalankan nasehatku yang 8 tadi. Selamat bervegetarian.